Selasa, 04 November 2008
burung merak
Tahun 2008 boleh dibilang tahun kemalangan teori Darwin. Setelah dianggapsudah tak lagi memadai, banyak pakar mencabut teori-teorinyaHidayatullah. .comSetelah teori seleksi alamnya dianggap tidak lagi memadaisebagai mekanisme utama evolusi, teori asal usul anjing dan ayamnyadinyatakan meleset, teori evolusi halus dan perlahannya terbukti tidaktepat, fosil bentuk mata rantai impiannya tidak kunjung ditemukan, kinigiliran teori bulu ekor meraknya yang mulai tercabut. Inilah kesimpulanpenelitian terbaru sebagaimana diterbitkan jurnal ilmiah kelas dunia, AnimalBehaviour, April 2008.Ini mementahkan keyakinan yang dipegang lama bahwa bulu merak jantanberevolusi sebagai tanggapan atas pemilihan pasangan kawin oleh merakbetina, tulis Discovery News, 27 Maret 2008. Temuan ini juga mengisyaratkanbahwa bagian-bagian tubuh yang berpola rinci dan indah lain pada unggasseperti ayam, kalkun, burung belibis, burung puyuh dan burung pegar,termasuk juga merak, tidak mesti terkait dengan kemampuan beradaptasi dankeberhasilan perkawinan.Sudah menjadi sebuah kebenaran nyata sejak masa Darwin bahwa: Burung merakbetina lebih menyukai merak jantan berekor menawankipas berbulu indah yangdibentangkannya untuk memukau si betina. Namun penelitian terbaru selama 7tahun mempertanyakan anggapan yang telah lama diyakini ini, yang melaporkanbahwa betina dalam populasi liar merak India (Pavo cristatus) tidakmemperlihatkan kecenderungan tersebut. Karya ilmiah yang memicu perdebatanitu membantah kajian-kajian sebelumnya yang disanjung-sanjung, yangmenyingkap kaitan dan yang menjadi bagian dari kaidah biologi evolusi.Demikian rangkum media pro-evolusi ScienceNOW Daily News, 31 Maret 2008.Tak ketinggalan, majalah ilmiah pendukung evolusi kondang asal Inggris, NewScientist, 27 Maret 2008, menurunkan berita yang menyentak para Darwinis itudengan judul Have peacock tails lost their sexual allure? (Sudahkah ekormerak jantan kehilangan daya pikat seksualnya?) . Penelitian yang memunculkan perdebatan itu menemukan tidak adanya buktiyang mendukung pandangan lama yang nyaris dikeramatkan dalam ajaranevolusi bahwa merak betina memilih pasangan mereka berdasarkan mutu ekormerak jantan, ulas New Scientist.Berita itu menurunkan kajian ilmiah yang untuk kesekian kali mementahkanteori-teori Darwin yang dijadikan tulang punggung utama biologi evolusi,serta diyakini layaknya fakta, bahkan agama suci oleh para pengikutdogmatisnya. Pendek kata, setelah mengamati perilaku perkawinan pasanganburung merak sebanyak ratusan kali, peneliti asal Jepang Mariko Takahashibeserta timnya gagal membuktikan kebenaran teorinya Darwin tentang seleksiseksual.Kepincut ekor indah?Sejak dulu, Charles Darwin sendiri sudah tahu bahwa teori seleksi alamnyamemiliki kekurangan. Seleksi alam tidak mampu menjelaskan evolusi perhiasanhewan jantan seperti pola bulu yang rumit, yang menurutnya tampak tidakberguna. Untuk itu, ia lantas mengemukakan teori bahwa perhiasan sepertibulu indah merak jantan tersebut muncul melalui seleksi seksual.Hal ini diuraikannya dalam bukunya The Descent of Man and Selection inRelation to Sex (1871). Ini adalah buku terbesar Darwin yang membahas teorievolusi, setelah buku The Origin of Species. Buku The Descent of Manmengutarakan penerapan teori Darwin pada evolusi manusia, dan merinci teoriseleksi seksual. Di samping itu diuraikan juga dalam buku tersebut masalahterkait seperti psikologi evolusi, etika evolusi, perbedaan antar-rasmanusia, perbedaan antara kelamin manusia, dan sangkut-paut teori evolusidengan masyarakat manusia.Menurut teori seleksi seksual, di kebanyakan spesies, sang betina memilihpasangan kawinnya, yang diduga mereka lakukan dengan menilai sifat-sifatyang mencerminkan kesehatan genetis pejantan. Perilaku ini dapat diamatimisalnya pada merak, di mana sang jantan memiliki ekor lebih panjangdaripada badannya serta berhiaskan pola mata berwarna warni. Jumlah polamata ini mungkin terkait dengan mutu gen pejantan, sehingga sang betinadiduga memilih pasangan dengan jumlah corak mata terbanyak pada buluekornya.Semakin tidak terbuktiLebih dari 10 tahun silam, pakar biologi evolusi, Marion Petrie dariNewcastle University, Inggris melakukan penelitian mengenai teori seleksiseksual tersebut. Hasil kajiannya terbit di jurnal ilmiah kondang duniaAnimal Behaviour (Perilaku Hewan), Volume 41 (2) Februari 1991, dengan judulPeahens prefer peacocks with elaborate trains (Merak betina lebih menyukaimerak jantan dengan ekor berpola terperinci).Kajian Petrie ini dilakukan dengan cara mencabuti bagian bulu berpola matapada ekor merak jantan; akibatnya merak jantan ini diabaikan oleh sangbetina yang tidak terpikat lagi. Tambahan lagi, anak merak yang berindukkanmerak jantan berbulu ekor lebih indah memiliki ketahanan hidup jangkapanjang lebih baik dibandingkan anak merak lain. Hasil penelitian puluhantahun lalu ini di kemudian hari banyak dijadikan rujukan penelitiselanjutnya.Untuk mendukung kebenaran hasil penelitian Marion Petrie tersebut, MarikoTakahashi, pakar perilaku hewan asal University of Tokyo, Jepang,menghabiskan waktu 7 tahun dengan mengamati 268 kali peristiwa perkawinanpasangan merak. Di luar dugaan, kesimpulan penelitian yang mereka dapatkanmalah justru membantah teori tersebut.Tidak ada kaitannyaLebih jelasnya, penelitian itu melibatkan populasi merak India di Izu CactusPark, Shizuoka, Jepang. Takahashi dan kelompok penelitiannya menemukan bahwapada merak India, suara merak jantan tampaknya berperan lebih besar dalammenarik perhatian sang betina daripada tampilan gaun ekornya yang elok danaduhai. Selama musim semi 1995-2001, kelompok ilmuwan Jepang itu mengamatikeberhasilan perkawinan merak jantan dan betina berdasarkan sudut pandangkedua jenis kelamin. Yang mereka jadikan sebagai pusat pengamatan adalah apayang diistilahkan sebagai perilaku goyangan si jantan.Ketika melakukan goyangan, sang pejantan memamerkan dan menggetarkan gaunekornya secara langsung kepada seekor betina yang mendekat. Goyangan inimemunculkan suara bising. Merak betina tampak aktif menggoda, melakukanajakan kawin dengan bergerak mengelilingi pejantan yang tampak mereka sukai.Peneliti Jepang itu menjadikan perilaku ini sebagai ukuran keberhasilanperkawinan dan mengaitkannya dengan segi keindahan ekor merak jantan,termasuk panjang ekor dan jumlah pola berbentuk mata.. Peneliti itu jugamencatat jumlah dan lama tarian merak jantan tersebut.Hasilnya, kaitan antara rincian pola bulu ekor merak jantan dengankeberhasilan perkawinannya tidak ditemukan. Merak betina kawin dengan merakjantan bermutu buruk maupun bermutu baik dengan tingkat keseringan yangsama. Bahkan, yang mereka saksikan malah adanya sedikit perbedaan pada ekormerak-merak jantan dalam populasi yang mereka teliti. Kaitan apa pun tidakmereka temukan antara ekor merak jantan dengan kemampuannya beradaptasi danmenghasilkan keturunan.Hasil pengamatan Takahashi dan rekan itu terbit pula dalam jurnal bergengsiAnimal Behaviour, volume 75 (4), edisi April 2008, halaman 1209-1219.Judulnya mirip tapi dengan kesimpulan yang membantah hasil penelitian MarionPetrie sebelumnya: Peahens do not prefer peacocks with more elaboratetrains (Merak betina tidak lebih menyukai merak jantan dengan ekor berpolalebih terperinci). Kesimpulan singkatnya: Teori seleksi alamnya Darwinditemukan tidak berlaku pada merak yang diteliti Takahashi dan timnya.Adu mulutBisa ditebak, para ilmuwan yang tidak menempatkan teori Darwin sebagaimanateori ilmiah lain yang bisa tumbang tidak mudah menerima begitu saja hasilini. Mereka yang menjadikan teorinya Darwin layaknya dogma mati bahkanajaran suci yang sakral yang mereka anggap harus selalu benar, sangat sulitmenerima kenyataan ini. Pengikut buta Darwin ini gerah karena ternyataagama evolusionisme mereka goyang oleh penelitian yang awalnya justrubertujuan membuktikan kebenarannya. Darwinis fanatik yang mencengkeram duniailmiah ini sulit mengakui hasil temuan ilmiah yang menjungkirbalikkankeyakinan mereka.Sesama ilmuwan evolusionis saling adu mulut dalam menanggapi temuan ilmuwanJepang itu. Namun setidaknya, sebagian mereka cukup bijak dengan mengakuikebingungan dan ketidaktahuan kalangan ilmuwan akibat temuan baru ini. Sebutsaja Stein Are Sæther, pakar biologi evolusi di University of Oslo,Norwegia, yang mengatakan bahwa hasil kajian terbaru itu menunjukkan bahwakita sesungguhnya tidak mengetahui pasti apa yang sedang dilakukan sangbetina ketika mereka mengamati sang jantan, tuturnya kepada Science.Atau lebih tepat lagi, sebagaimana dikutip Colin Barras di New Scientist, 27Maret 2008: gaun ekor merak jantan bukanlah acuan pemilihan pasanganseksual oleh betina membantah teori seleksi seksualnya Darwin, simpulsang peneliti
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

RSS Feed (xml)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar